Jumat, 21 Oktober 2011

Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pancasila sebagai pemersatu bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, sekaligus sebagai jatidiri bangsa yang dapat melahirkan bangsa yang besar. Kita bicara tentang kebangsaan, tapi bangsa ini terpecah-pecah juga artinya tidak melaksanakan amalan Pancasila. Untuk melihat kesetiaan masyarakat terhadap Pancasila, harus dilihat pada orang yang melaksanakannya. Bukan menilai dari orang-orang yang biasa mempidatokannya. Sehingga, walaupun kata 'Pancasila' tidak sering diucapkan dibandingkan dulu, tapi yang paling penting adalah pelaksanaan dari nilai-nilai ketuhanan, kebangsaan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat.
 Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.
Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini.  Namun, Pancasila masih kurang dipahami benar oleh sebagian bangsa Indonesia. Padahal, maraknya korupsi, suap, main hakim sendiri, anarkis, sering terjadinya konflik dan perpecahan, dan adanya kesenjangan sosial saat ini, kalau diruntut lebih disebabkan belum dipahaminya, dihayati, dan diamalkannya Pancasila.

Batasan Masalah
Nilai Pancasila merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Nilai manusia merupakan cara manusia menjawab baik secara pribadi atau masyarakat terhadap masalah-masalah yang mendasar dalam hidupnya. Nilai tersebut merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsep-konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat hidup. Pancasila merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum derivatnya atau turunannya seperti undang-undang dasar, undang-undang, Perpu, Peraturan Pemerintah; Perda, dan seterusnya. Hal demikian ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan: “Pancasila merupakan sumber dari segala hukum”.
Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini tidak saja memiliki makna strategis dan fundamelntal sebagai common denominator, sebagai way of life atau weltanschaung kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Bahkan lebih dari pada itu, dalam konteks juridis Pancasila merupakan prinsip hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum lainnya yang berlaku di Indonesia.

Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Ø  Menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Pancasila,
Ø  Sebagai bahan reverensi mata kuliah Pancasila,
Ø  Salah satu cara untuk menggali pemikiran-pemikiran yang baru, orisinal, pemikiran dan realitas kehidupan warga Negara,
Ø  Agar pembaca mengetahui pentingnya Pancasila sebagai pemersatu bangsa.


PERMASALAHAN

Analisa Permasalahan
Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum. Padahal sebagai negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum.
Dilihat dari tanggung jawab generasi, pengamalan Pancasila dalam era tinggal landas nanti pada dasarnya adalah tanggung jawab Generasi Penerus. Bahkan dalam sejarah perkembangannya Pancasila sendiri ingin menggantikan Pancasila dengan Peraturan hukum yang lain dan sering kali diwarnai konflik sosial politik baik dalam aras horizontal maupun vertikal, dengan latar belakang yang cukup beragam seperti SARA.
Bahkan ketika era reformasi tiba meruntuhkan Orde Baru, Pancasila pun ikut terdorong ke belakang. Pancasila dianggap tidak bisa lagi dipergunakan di dalam mengelola negara dan bangsa. Bahkan untuk menyebutkannya saja orang menjadi segan termasuk pejabat-pejabat pemerintah. Tetapi pada masa orde baru Pancasila diproklamasikan sebagai asas tunggal.
Akhir-akhir ini muncul isu yang mengkhawatirkan, yakni adanya orang-orang yang ingin mengganti Pancasila. Ada juga perbincangan untuk membela Pancasila. Semua itu menandakan adanya kesadaran akan pentingnya Pancasila di negara Indonesia untuk dilestarikan.






Pembahasan
Pancasila adalah sosialisme dan demokrasi. Bukan kapitalisme dan fasisme. Dibawah prinsip sosialisme dan demokrasi itulah penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai sarana pemersatu bangsa. Pancasila merupakan pancaran dari Sosialismes Demokrasi, Ekonomi dan Kepribadian. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang secara dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Dalam kapasitasnya Pancasila merupakan cita-cita bangsa yang merupakan ikrar segenap bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil maupun spirituil.
Selama ini terdapat berbagai macam ketentuan yang berkaitan dengan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, diatur secara tumpang tindih baik peraturan yang berasal dari masa kolonial maupun yang dibuat setelah Indonesia merdeka, yaitu:
     1. Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie, yang disingkat AB (Stb. 1847: 23) yang mengatur ketentuan-ketentuan umum peraturan perundang-undangan. Sepanjang mengenai Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ketentuan AB tersebut tidak lagi berlaku secara utuh karena telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional.
     2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 tentang Peraturan tentang Jenis dan Bentuk Peraturan yang Dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang dari Negara Bagian Republik Indonesia Yogyakarta.
     3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Menetapkan Undang-Undang Darurat tentang Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat dan Berita Negara Republik Indonesia Serikat dan tentang Mengeluarkan, Mengumumkan, dan Mulai Berlakunya Undang-Undang Federal dan Peraturan Pemerintah sebagai Undang-Undang Federal.
     4. Selain Undang-Undang tersebut, terdapat pula ketentuan:
        a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pengumuman dan Mulai Berlakunya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah;
        b. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 234 Tahun 1960 tentang Pengembalian Seksi Pengundangan Lembaran Negara, dari Departemen Kehakiman ke Sekretariat Negara;
        c. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia;
        d. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang;
        e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden.
    5. Di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah, berlaku peraturan tata tertib yang mengatur antara lain mengenai tata cara pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah serta pengajuan dan pembahasan Rancangan Undang-undang dan peraturan daerah usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat atau dewan perwakilan rakyat daerah.
Nilai-nilai luhur yang tercantum dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang diharapkan mampu mewarnai perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan secara objektif dalam penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu.
Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesi­nambungan yang mendasar itu ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor kesinambungan yang sangat men­dasar inilah yang tidak boleh berubah. Yang kita lakukan adalah melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif dalam menja­wab tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul dalam perkembangan masyarakat kita dan masyarakat dunia yang sangat dinamis.
Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyara­kat nasional, Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang kita miliki sekarang ini. Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-cita negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi, sasaran yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ada cita-cita untuk mewujudkan persatuan yang melindungi dan meliputi seluruh bangsa, mengatasi paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang berkedaulatan rakyat.
Mengenai hal isyarat yang tak dapat diragukan mengenai Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka Tunggal Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics" = pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan = hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, selalu mengalami polemik-polemik dalam permasalahan hukum misalnya mengenai Perda-Perda dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dengan petisi yang disampaikan 56 anggota DPR yang meminta pemerintah mencabut perda-perda yang ditengarai bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Belum lagi petisi ini ditanggapi, telah ada lagi kontra-petisi dari 134 anggota DPR lainnya yang justru meminta supaya tidak dengan mudah mencabut perda-perda seperti itu.
Adanya perda-perda itu dilihat sebagai kebutuhan dari daerah yang menetapkannya. Bagi sebagian orang, keberadaan perda ini disambut gembira. Tetapi bagi yang lainnya, mencemaskan. Setidaknya di daerah-daerah yang penduduknya tidak terlalu lazim dengan hal-hal bernuansa Islam, seperti NTT, Sulawesi Utara, Papua, dan seterusnya. Bahkan, ada yang mengancam untuk melepaskan diri dari NKRI. . Tidak mudah memperoleh jawaban bagi sebuah negeri yang masyarakatnya sangat majemuk ditinjau dari berbagai segi: suku, agama, ras, etnis, dan golongan.
Munculnya berbagai peraturan daerah yang secara substansial bertumpang tindih dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan sistim kodifikasi hukum publik nasional semakin menghambat penerapan sistim hukum nasional dan merusak instrument penegakan hukum dalam struktur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, UU Otonomi Daerah ikut mendorong timbulnya perda-perda yang dinilai tidak selalu sejalan dengan Pancasila dan Konstitusi. Di beberapa daerah, perda-perda itu dinilai sebagai solusi menyelesaikan berbagai kemelut bangsa. Kendati penyusunan perda-perda itu terkesan praktis, yaitu untuk menjawab kepentingan-kepentingan tertentu di daerah, namun di belakangnya terkandung hal-hal yang bersifat ideologis.
Ketidakpastian, ikonsistensi, diskriminasi/tebang pilih dan kelambanan dalam penegakan hukum telah menimbulkan kondisi ketidakpercayaan terhadap hukum dan aparat hukum, terutama dengan semakin marak dan terbukanya kegiatan dan atau tindakan melawan hukum yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum dengan mengatasnamakan suku, agama dan/atau daerah yang pada gilirannya mengakibatkan terjadinya kerugian, ketidak-nyamanan, keresahan dan hilangnya rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Selain itu, belum berjalannya reformasi sikap mental, perilaku dan rasa pengabdian di kalangan serta institusi penegak hukum menimbulkan kekuatiran yang mendalam akan semakin sulitnya mewujudkan supremasi hukum di Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum. Semakin berkembangnya egoisme, oportunisme dan primordialisme yang terefleksi dari berbagai kegiatan kelompok masyarakat, elit politik di berbagai daerah dan kebijakan publik berbagai pemerintah daerah semakin mengikis rasa kebangsaan dan mempersulit tumbuh kembangya sistim hukum nasional yang berbasis pada nilai-nilai kebhinekaan sebagai ciri utama dan kepribadian bangsa Indonesia. Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan sebagian kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal mempersoalkan hukum-hukum yang ingin ditegakkan di Indonesia. Apakah hal-hal yang bersifat ideolgis ataukah hal-hal yang bersifat konkret?
Kita harus sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada waktu lalu Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum. Kalau benar-benar ingin merevitalisasikannya, kita harus konsisten melaksanakan prinsip ini. Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah yang mesti terus-menerus dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam hati sanubari setiap anak bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya sendiri. Hanya dengan demikianlah kita bisa maju terus ke depan. Pancasila seharusnya disikapi dengan arif dan kepala dingin, dengan berpikir dan bertindak agar Pancasila tetap sakti dan lestari sebagai falsafah, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan sebagai dasar dan ideologi negara. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan perjanjian luhur seluruh anak bangsa Indonesia yang sangat majemuk, dan menghormati serta menjamin hak dan martabat kemanusiaan.

PENUTUP

Kesimpulan
Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh  dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan janji bersama. Pancasila, sejarah  dan  filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila adalah sosialisme dan demokrasi. Bukan kapitalisme dan fasisme. Dibawah prinsip sosialisme dan demokrasi itulah penghayatan dan pengamalan Pancasila sebagai sarana pemersatu bangsa. Peranan Pancasila adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Pancasila merupakan azas atau prinsip hukum yang merupakan sumber nilai dan sumber norma bagi pembentukan hukum. Hal demikian ini dapat kita simak dari rumusan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menegaskan: “Pancasila merupakan sumber dari segala hukum”.
Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang secara dinamis. Dengan kata lain, Pancasila menjadi dasar yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis.
Pancasila juga sebagai dasar dan ideologi negara, yaitu sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. Selain itu Pancasila merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara. 

DAFTAR PUSTAKA





2 komentar:

  1. poin4d
    Ayo segera
    Agen TOGEL 4DPOIN,Online Terpercaya.
    Minimal Deposit Dan Withdraw 20.000
    Keterangan Lebih Lanjut, Anda Bisa Hubungi Disini.
    ★ Pin BBM : D1A279B6
    ★Pin BBM : 7B83E334
    ★Whatsapp : +85598291698
    ★Skype : Poin.4D
    ★Line : +85598291698

    BalasHapus